Sabtu, 03 November 2018

Kajian Islami

.:: Komentar Kyai dan Masyayikh ::.

KESALAHAN IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN PENYEBAB KEMEROSOTAN MORAL SISWA
Konsep Pendidikan Nasional yang ada dalam undang-undang dasar negara tentang Pendidikan sebenarnya sudah bagus, namun pelaksanaannya yang kurang atau bahkan tidak mendapat perhatian. Dalam amandemen UUD 45 tahun 2003 pasal 31 ayat 3 berbunyi : “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang-undang”. Selama ini konsep pendidikan yang sesuai dengan UUD 45 adalah pondok pesantren karena sistem yang ada sangat menunjang para santri untuk senantiasa bisa bertakwa, beriman dan berakhlak mulia, sementara di sekolah formal tidak ada pelajaran yang menunjang hal tersebut, yang ada hanya sekedar pengetahuan.
Pelajaran moral kewarganegaraan yang sudah diajarkan di sekolah formal tidak akan berjalan dengan baik jika tidak diikuti dengan pengajaran tentang keimanan. Lemahnya nilai keimanan para pelajar juga karena faktor pengajar yang kurang menguasai ilmu tauhid (ilmu tentang ketuhanan yang maha esa).
Akhlak bukan sekedar adab maupun etika, tapi akhlaq itu “hai’atun rosyikhatun fil qolbi yansya’u minha al af’al al mahmudah”, yaitu karakter yang timbul darinya perbuatan-perbuatan yang terpuji. Orang yang berakhlak dengan gerak reflektif bisa menimbulkan perbuatan-perbuatan terpuji. Akhlak itu menyeluruh, kepada sesama, kepada Allah, sampai kepada makhluk hidup lain seperti akhlak menyembelih hewan dan lain sebagainya.
Coba kita perhatikan dalam Ujian Nasional misalnya, pelajaran yang diujikan hanya Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan Bahasa Inggris. Siswa akan lulus jika mampu mencapai target nilai yang ditentukan untuk pelajaran-pelajaran tersebut. Sementara akidah dan akhlak yang notabene menjadi titik tekan utama dalam pelaksanaan pendidikan nasional dikesampingkan. Tidak ada sama sekali standar kualifikasi akhlak sebagai syarat utama kelulusan. Jadi, wajar jika yang ada hanya pengalaman dan pengetahuan saja bukan pendidikan, karena pendidikan adalah untuk menjadikan seseorang yang asalnya bersifat kanak-kanak menjadi dewasa.

RUSAKNYA MORAL KARENA ARAH PENDIDIKAN YANG KELIRU
Pergaulan bebas yang terjadi akhir-akhir ini adalah salah satu imbas dari pelaksanaan program pendidikan yang keliru, seperti perkemahan laki-laki bercampur dengan perempuan. Kegiatan semacam ini memberi peluang para pelajar usia puber untuk melakukan tindakan yang dilarang agama. Ada juga wacana tentang tes keperawanan siswi sebagai syarat kelulusan, hal ini mengindikasikan adanya kasus perzinaan yang marak terjadi di kalangan pelajar sekolah formal.
Tindakan pemerintah untuk mengerem laju kerusakan moral masyarakat seperti maraknya konsumsi minuman keras oleh kalangan pelajar masih belum maksimal, sebab sasaran penanganan yang kurang tepat. Seharusnya yang ditangani adalah moral konsumennya bukan produsen atau penjualnya, karena jika tidak ada konsumen maka produsen akan bangkrut dan gulung tikar, bukan malah sebaliknya. Oleh sebab itu dalam islam tidak ada had bagi penjual khomer (minuman keras sejenis arak – red) yang ada adalah had bagi peminum khomer. Ada satu adagium “Idza ta’aradla as-sabab wal-mubasyarah quddima al-mubasyarah” artinya, “ketika sebab dan tindakan secara langsung bertentangan (timbul secara bersamaan) maka yang didahulukan adalah tindakan secara langsung”.
Peran orang tua juga berpengaruh dalam membina moral anaknya. Seharusnya orang tua mengarahkan anaknya untuk menjadi baik, tapi sekarang keliru, orang tua malah mengikuti apa kata anaknya.
Rusaknya moral masyarakat yang terjadi di negara ini karena arah pendidikan yang keliru, mengabaikan amandemen UUD 45 dan tidak ada pengamalan terhadap pancasila sebagai dasar negara. Pancasila itu ada ketuhanan yang maha esa, yang berarti mengajarkan tentang keimanan dan ketakwaan. Kita harus berani mengubah pendidikan yang keliru, karena tidak sesuai dengan UUD 45, karena siapapun yang memperjuangkan UUD 45 berarti mempertahankan martabat negara.

ISTILAH REVOLUSI MENTAL TIDAK TEPAT
Istilah revolusi mental yang sekarang digaungkan pemerintah sebenarnya sudah muncul sejak zaman PKI, namun istilah revolusi mental itu menjanggalkan karena pengertian revolusi itu perubahan secara cepat dan mendasar, sedangkan mental itu tidak bisa dirubah secara cepat. Untuk merubah mental itu harus sedikit demi sedikit. Mental masyarakat bobrok karena yang dibenahi setengah-setengah. Di Indonesia terdapat konsep pembenahan jiwa dan raga, akan tetapi pembenahan jiwanya belum maksimal, akhirnya menjadi tidak seimbang karena meskipun raganya kuat akan tetapi jiwanya lemah. Mental masyarakat akan menjadi baik jika UUD 45 ditegakkan, yaitu dengan cara menguatkan imannya, maka mentalnya akan menjadi kuat.
Apabila Pendidikan Nasional sudah sesuai dengan UUD 45 maka mental akan baik semua, tidak perlu revolusi sebab tidak sesuai dengan kenyataan, karena mental harus dibenahi sedikit demi sedikit.
______________________________________________
Dikutip dari: Majalah Risalah Santri, Lurus & Aktual. Edisi I/Tahun I/Mei-Juni 2015